Yogyakarta, SindoNews.id - Investasi bodong sebenarnya sudah sejak dulu ada dengan beragam modus. Investasi bodong biasa memakan korban banyak karena masyarakat tergiur keuntungan yang dijanjikan pelaku. Investasi bodong kini makin disoroti setelah dua orang influencer tersandung kasus hingga ditahan polisi. 

Ketua Program Studi Doktor ilmu Managemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) Prof. Dr. Mamduh M. Hanafi, M.B.A. turut prihatin dengan masih adanya investasi bodong di daerah.

"Kalau menurut hemat saya, di sekolah-sekolah mulai SMA dan kuliah perlu ada mata kuliah "Keuangan Keluarga" tidak perlu rumit dalam kurikulum, cukup 2 SKS saja, sedangkan untuk masyarakat di daerah, perlu kiranya pihak regulator dapat bekerja sama dengan Karang Taruna atau Desa/Kelurahan untuk mensosialisasikan mengenai investasi yang sehat, sebulan sekali rasanya cukup baik," ujar Mamduh.

Ia menghimbau kepada masyarakat harus lebih waspada terhadap berbagai tawaran bisnis investasi yang menawarkan profit menggiurkan dalam waktu singkat.

Dia menjelaskan, ketika akan berinvestasi masyarakat harus melihat perusahaan atau aplikasinya legal atau tidak. Selanjutnya adalah logis. Masyarakat bisa menilai tingkat kewajaran. Jika menawarkan keuntungan hingga 200 persen per bulan misalnya tentu itu tidak logis. 

Mamduh menyampaikan, tips tersebut bukan hanya berlaku bagi warga masyarakat yang berniat ingin menjadi investor. Namun juga berlaku bagi afiliator maupun influencer yang ingin mempromosikan sebuah bisnis investasi.

"Dari sisi investor dan afiliator membiasakan berpikir lebih logis dan diteliti dulu," katanya. 

Dalami dulu profile perusahaan penyedia aplikasi Dia menegaskan, agar tidak terjebak pada investasi bodong atau bisnis yang tidak berizin, masyarakat yang mau berinvestasi sebaiknya terbiasa agar mendalami soal profile perusahaan penyedia aplikasi.

"Cari tahu ini apa jualannya, apakah legal atau tidak. Lalu pengalaman orang yang sudah investasi seperti apa," beber Mamduh. 

Dia mengungkapkan, kerugian para korban Binomo tidak sepenuhnya menyalahkan aplikasi. Sebab aplikasi tersebut dibuat dan juga beroperasi di negara luar yang melegalkan perjudian. Sementara di Indonesia sendiri melarang adanya perjudian. 

Bahkan, dari sisi pemerintah sendiri selaku regulator masih lemah dalam pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) selaku regulator dan pengawas.

"Sosialisasi dan panduan kurang, belum sampai menjangkau masyarakat bawah," ungkapnya. 

OJK dan Bappebti harus bertindak tegas Namun begitu, para korban investasi bodong umumnya memiliki latar belakang yang berbeda. Ada sebagian mengetahui bahwa itu investasi bersifat gambling. Namun, ada juga korban yang sekedar ikut-ikutan karena disosialisasi oleh influencer.

"Ada yang tahu, ada juga yang tidak tahu tapi ikut-ikutan influencer muda dan kaya. Tapi memang ada investor pengen gambling, namun jika kalah marah," paparnya. 

Agar tidak terjadi kejadian serupa di kemudian hari, mendukung kebijakan pemerintah dalam penanganan tindak pidana kejahatan keuangan dan berharap pemerintah melalui OJK dan Bappebti menindak tegas aplikasi dan influencer investasi bodong tidak berizin yang beredar di internet agar tidak lagi merugikan masyarakat. *Red

Axact

Jangan Pernah Menunda Kebaikan, Karena Tidak Akan Ada Waktu Yang Tepat.

Post A Comment:

0 comments: