Jakarta, sindonews.id – Pusat Koperasi Pedagang Pasar (Puskoppas) DKI Jakarta kembali menyuarakan aspirasi para pedagang. Sejumlah perwakilan pedagang pasar melakukan audiensi dengan Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta, Senin (15/09/2025).
Audiensi tersebut diterima langsung oleh Pandapotan Sinaga, SE., MM., Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan. Sementara dari pihak Puskoppas, hadir Ketua Tim Umar Ali, SH., MH., Wakil Ketua Drs. H. Asnawi, serta anggota H. Pepen, Syafrijon, Hendri, Hj. Yuni, H. Sugiarti, Doni, dan Marjohan.
Dalam pertemuan itu, para perwakilan pedagang menyampaikan berbagai persoalan terkait status aset serta pengelolaan pasar di ibu kota.
Drs. H. Asnawi, selaku Wakil Ketua Tim Puskoppas DKI Jaya, memaparkan bahwa keberadaan pasar tradisional di Jakarta memiliki sejarah panjang.
Pasar-pasar seperti Pasar Baru, Pasar Senen, Pasar Jatinegara, Pasar Rumput, hingga Pasar Mayestik sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka.
Oleh karena itu, secara historis lahan pasar dianggap sebagai aset pemerintah setelah Indonesia bebas dari penjajahan.
Asnawi menjelaskan, sejak era 1970-an Pemprov DKI melalui BUMD Pasar Jaya mulai membentuk sejumlah pasar secara resmi.
Namun, sebagian besar lainnya berkembang melalui kerja sama dengan investor. Dalam pola tersebut, Pasar Jaya hanya memberikan surat penunjukan, sementara pengembang bertugas membebaskan lahan milik warga dan membangun pasar.
“Setelah pasar berdiri, kios dan los dijual kepada pedagang eksisting. Artinya, pedagang memiliki nilai investasi penuh atas tanah dan bangunan. Pasar Jaya hanya memberikan hak pengelolaan terbatas kepada pengembang untuk jangka waktu lima sampai tujuh tahun,” jelasnya.
Hingga kini, menurut Asnawi, tercatat ada 153 pasar yang menjadi aset Pemprov DKI. Sebagian di antaranya merupakan Pasar Inpres yang awalnya dibangun pemerintah pusat pada masa Presiden Soeharto, kemudian dialihkan ke Pemprov DKI pada era Gubernur Sutiyoso. Namun, masih ada sejumlah aset pasar yang statusnya belum jelas atau belum berbalik nama.
Selain soal aset, Asnawi menyoroti tantangan besar pasar tradisional di era digital. Pergeseran belanja masyarakat ke platform online membuat pasar semakin sepi pengunjung, berdampak pada turunnya pendapatan pedagang. Kondisi ini bahkan memicu tunggakan kontribusi manajemen sebesar Rp218 miliar.
“Angka itu bukan karena pedagang tidak mau membayar, tapi karena pengunjung pasar semakin sedikit. Pedagang kehilangan semangat, kondisi pasar ibarat hidup segan mati tak mau,” tegasnya.
Ia menekankan, Pemprov DKI perlu melakukan pembenahan paradigma dalam mengelola pasar dan melibatkan pedagang eksisting dalam setiap pengambilan kebijakan.
Menanggapi hal ini, Pandapotan Sinaga mengapresiasi kedatangan perwakilan pedagang. Menurutnya, masukan yang disampaikan akan ditampung dan dicarikan solusi terbaik.
“Kami menghargai audiensi ini sebagai bentuk kepedulian dan komunikasi yang baik. Masukan dari pedagang akan kami tindak lanjuti, dan kami akan mencari solusi agar pasar tradisional tetap bertahan dan pedagang bisa sejahtera,” ujar Pandapotan Sinaga. Rill/lala
Komentar0